Rabu, 13 Januari 2010

0 komentar
Keterbukaan Sistem Perbankan Nasional harus dioptimalkan pasca skandal Century

Kasus moral hazard yang merusak sistem perbankan di Indonesia seperti kasus Bank Century yang melibatkan pemilik bank, BI, Depkeu dan LPS itu semakin heboh. "Perampokan" bank sendiri ini telah merugikan uang masyarakat yang berada di LPS mencapai Rp. 6,7 Triliun.
Dugaan korupsi, penyalahgunaan wewenang, ataupun Debat sistemik tentang kebijakan bailout Bank Century bukanlah satu-satunya akar masalah yang harus diungkapkan, akan tetapi yang harus kita cermati adalah rangkaian kejahatan yang terjadi dari awal kontroversi kehadiran Bank Century.
kucuran dana yang luar biasa banyaknya itu digunakan demi menyelamatkan Bank Century yang sudah ambruk. Kejadiannya, lantaran pada tanggal 13 November 2008 Bank Century kalah kliring atau tidak bisa membayar dana nasabah sehingga berdampak terjadinya rush, yaitu penarikan dana besar-besaran oleh para nasabah. Dari sinilah malapetaka tersebut bermula.
Suntikan dana sebesar Rp 6,72 triliun kepada BC, dinyatakan untuk menghindari kerusakan sistem perbankan Indonesia secara sistemik. Mari kita lihat angka-angkanya sebagai berikut. Fungsi BC dalam industri perbankan hanya 0,68 % dalam rasio DPB bank/DPK industri dan rasio kredit bank/kredit industri hanya 0,42 %. Maka, fungsi BC dalam industri perbankan tidak ada artinya sama sekali. Di mana sistemiknya ? Mungkin sangat berarti untuk pihak-pihak tertentu yang menggunakan BC sebagai pencuci uang dan berbagai praktik kotor yang masih harus dibuktikan oleh laporan final oleh BPK.

Dapat kita cermati beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh Bank Century (Sumber: Kompilasi Audit BPK)
1. Pidana Perbankan
• Pelanggaran BMPK (batas maksimum pemberian kredit) Century yang dibiarkan oleh pengawas Bank (BI)
• Kepemilikan Surat-Surat Berharga fiktif (tidak berkualitas)
• Kesengajaan BI tidak memberikan data akurat kepada KSSK dalam rapat pengambilan kebijakan Bailout
• Informasi tidak benar tentang pengakuan kerugian (PPAP) oleh Century
2. Pidana Pencucian Uang
• Pemecahan deposito milik Boedi Sampoerna masing2 Rp. 2 Miliyar oleh pemilik Century dengan tujuan menguntungkan nasabah besar

3. Pidana korupsi
• Pencarian dana Bailout tahap kedua oleh LPS melanggar ketentuan LPS NO.3/LPS/2008 sebesar Rp. 2.2 triliun
• Dugaan dana bailout digunakan untuk kampanye pilpres 2009 lalu
4. Pelanggaran Administrasi
• Pemberian izin merger bank century oleh rapat dewan gubernur BI padahal pemilik tidak pernah melaporkan keuangan 3 tahun terakhirnya
• Pemberian fasilitas FPJP oleh BI sementara kecukupan modal century dibawah ketentuan (negatif)

Pelanggaran pada Bank ini bermula pada informasi bahwa Sebanyak US$56 juta surat-surat berharga valas jatuh tempo dan gagal bayar. Bank Century kesulitan likuiditas. Posisi CAR Bank Century per 31 Oktober 2008 minus 3,53%. Selain itu Bank Century gagal kliring karena gagal menyediakan dana (prefund)
Hasil laporan audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Bank Century mengindikasikan adanya oknum di tingkat pengawasan Bank Indonesia (BI) yang melakukan pelanggaran dalam proses bailout atau penyelamatan Bank Century. Ada indikasi salah satu anggota abuse of power atau melakukan penyalahgunaan wewenang ada indikasi semua di tingkat pengawasan di BI. Dana Rp 6,7 triliun ada dampak yang paling strong tentang kesengajaan.
BPK menyimpulkan Bank Indonesia (BI) tidak memberikan data-data dan informasi lengkap kepada Menteri Keuangan sebelum diputuskan sebagai bank gagal berdampak sistemik. pelanggaran tersebut sudah terjadi sejak lama, yakni sejak menjelang proses penggabungan (merger) tiga bank menjadi Bank Century pada 2001 hingga Bank Century dicabut dari status SSU (dalam pengawasan intensif BI) oleh BI pada Agustus 2009. menjelang proses penggabungan dari tiga bank (CIC, Piko dan Dampak) menjadi Bank Century, telah terjadi pelanggaran, yakni pada saat akuisisi oleh sebuah lembaga keuangan asing bernama Cingkara yang belum mendapat persetujuan dari BI. Namun Gubernur BI saat itu membantu memuluskan proses merger Bank Century.



Pemberian FPJP 3
Fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) yang diberikan Bank Indonesia kepada Bank Century melanggar aturan. Sebenarnya Bank Century tidak memenuhi syarat untuk menerima FPJP, tapi BI mengubah aturan FPJP dengan meringankan persyaratannya.

Sehubungan dengan kesulitan likuiditas yang dihadapinya,BC (Bank Century) mengajukan permohonan repo aset kredit kepada BI pada 30 Oktober 2008 sebesar Rp1 triliun.Bl kemudian memproses permohonan tersebut sebagai permohonan FPJP.Saat mengajukan permohonan FPJP, posisi CAR BC menurut perhitungan BI adalah positif 2,35% (posisi 30 September 2008). Sementara itu, PBI No lO/26/PBI/ 2008 tanggal 30 Oktober 2008 mensyaratkan bahwa untuk memperoleh FPJP, bank harus memiliki CAR minimal 8%.

Dengan demikian, BC tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP. Pada 14 November 2008 BI mengubah PBI mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula CAR minimal 8% menjadi CAR positif.Padahal,menurut data BI, posisi CAR bank umum per 30 September 2008 berada di atas 8%, berkisar antara 0,39 % sampai 476,34%, di mana satu-satunya bank yang CAR-nya di bawah 8% adalah BC.

Dengan demikian, perubahan persyaratan CAR dalam PBI tersebut patut diduga dilakukan untuk merekayasa agar BC dapat memperoleh FPJP. Dengan perubahan ketentuan tersebut, dan dengan menggunakan posisi CAR per 30 September 2008 sebesar positif 2,35%, BI menyetujui pemberian FPJP kepada BC sebesar Rp502,07 miliar pada 14 November 2008 yang dicairkan pada hari yang sama pukul 20.43 WIB sebesar Rp356,81 miliar dan tanggal 17 November 2008 sebesar Rp145,26 miliar.


Kemudian, pada 18 November 2008, BC mengajukan tambahan FPJP sebesar Rp319,26 miliar. Permohonan tersebut disetujui sebesar Rpl87,32 miliar dan kemudian dicairkan BI pada hari yang sama.Dengan demikian,total pemberian FPJP adalah sebesar Rp689 miliar. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa posisi CAR BC pada 31 Oktober 2008 (sebelum persetujuan FPJP) sudah negatif 3,53%.

Hal ini melanggar ketentuan PBI No lO/30/PBI/ 2008 yang menyatakan, bahwa bank yang dapat mengajukan FFJP adalah bank dengan CAR positif. Selain itu, sebagai jaminan FPJP yang diperjanjikan sebesar Rp467,99 miliar, ternyata tidak secure menurut penilaian Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM (DKBU) BI, sehingga nilai jaminan hanya sebesar 83% dari plafon FPJP. Hal ini melanggar ketentuan PBI N0 10/26/PBI/2008 juncto PBI No.lO/ 30/PBI/2008 yang menyatakan, bahwa jaminan dalam bentuk aset kredit minimal 150% dari plafon FPJP.
Bank Indonesia mengubah Peraturan Bank Indonesia No 10/26/PBI/2008 mengenai persyaratan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dari semula dengan rasio kecukupan modal (CAR) 8 persen menjadi CAR positif. Saat itu, hanya Bank Century yang memiliki posisi CAR di bawah 8%.


Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam audit investigatifnya mengindikasikan, perubahan kebijakan itu dilakukan semata-mata guna menyelamatkan Bank Century melalui pengucuran FPJP.

Menurut analisis ICW yang diturunkan dari hasil pemeriksaan investigasi BPK, dugaan korupsi atau minimal pelanggaran hukum dalam kasus Century dapat dikerucutkan di empat titik. Pertama, dalam proses merger tiga bank; kedua, penyaluran fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP), ketiga, pengambilan keputusan KSSK dan penyaluran penyertaan modal sementara (PMS); dan keempat, dugaan penyalahgunaan dana FPJP dan PMS. Dari empat titik di atas diharapkan, aktor-aktor utama mafia perbankan, broker politik dan para penikmat skandal Century bisa dijerat oleh lenbaga yang dibentuk dalam keranga penuntasan skandal century. Berkutat pada debat alasan sistemik semata bisa menjebak kita pada jalan tak berkesudahan. Lebih baik fokus pada pelanggaran pidana di level kebijakan dan implementasi; serta pembongkaran mafia perbankan dan broker politik di balik skandal ini.
Skandal Bank Century terkait kebijakan dana talangan (bailout) 6,7 triliun rupiah dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang sampai saat ini terus melebar kemana-mana. Bermula dari permasalahan internal penyebab kebangkrutan yang dialaminya, seperti kredit KPR, kredit macet, dll. yang kemudian berujung pada upaya Pemerintah dengan maksud hati menyelamatkan Bank Century tersebut, namun apa daya fakta yang berkembang justru dana talangan yang digelontorkan Pemerintah kini mengalir deras “entah kemana?”.
Betapa tidak, kini segenap rakyat Indonesia mempertanyakan secara tegas kemana aliran dana 6,7 triliun itu mengucur. Kejadian ini lantas mengundang aspirasi beberapa pihak terkait, seperti POLRI, KPK, BPK dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk ikut turun tangan dalam mecari titik temu persoalan ini. Tak ketinggalan pula para anggota DPR yang membentuk tim Pansus Skandal Bank Century demi mengusut tuntas gerak lari aliran dana yang dicurigakan itu.
Ini tak lain sebagai bukti nyata ketidaktransparanan dan akuntabilitas akan suatu tata kelola (management) sistem perbankan akibat sebagian oknum yang ingin menodai kedamaian negeri ini. Dikatakan tidak transparan karena memang lembaga-lembaga terkait ataupun masyarakat tidak dapat mengakses informasi yang seharusnya diperoleh, sehingga membiarkan ruang gelap tercipta. Begitu pula halnya dengan tidak adanya akuntabilitas, dikatakan demikian karena jelas pihak-pihak bermasalah bersangkutan tidak mampu mempertanggungjawabkan dampak yang terlahir akibat ulah resiko kinerja yang ditimbulkannya.
Sampai dua bulan Pansus Bank Century bekerja, hingar-bingar ini akan terus terjadi dan bahkan akan semakin membesar. Suka tidak suka perbankan nasional harus hidup dalam situasi itu. Satu
hal yang tidak perlu dikhawatirkan, masyarakat kita sudah semakin dewasa. Mereka sudah bisa membedakan mana bank yang dikelola secara baik dan mana yang tidak baik. Sepanjang bank itu bisa menunjukkan profesionalisme dalam bekerja, masyarakat akan tetap percaya kepada sistem perbankan.Pengungkapan skandal Bank Century akan memenuhi rasa keadilan jika mulai dibongkar dari substansi masalah yaitu adanya dugaan permainan mafia perbankan dan pelanggaran kebijakan yang merugikan keuangan negara.






Referensi:

ICW (Indonesia Corruption Watch)
BCW (Banten Corruption Watch)
Formappi ( Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia)
Indonesian Companies News
Kompilasi audit BPK
Harian Kompas
Detik Finance
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS